Postingan

Menjadi Orangtua? Jangan Malu Bertanya dan Berburu Literasi!

Gambar
Banyak yang bilang, belum ada lembaga formal yang menyusun kurikulum serius rumpun keilmuan menjadi orangtua. Iya, kan? Padahal, tanggungjawab menjadi orangtua itu, dari sejak anak lahir hingga batas waktu tak terhingga. Kenapa tak terhingga? Ketika sang buah hati sudah menjadi orangtua, ayah dan bunda tetap saja akan menjadi orangtua. Bahkan bertambah fungsinya, menjadi kakek dan nenek. Hiks... Menjadi orangtua, adalah untuk meningkatkan dan mendukung perkembangan fisik, emosional, sosial, finansial dan intelektual seorang anak. Tuh! Banyak, kan? Terkadang orangtua bingung! Mau mulai dari mana? Hal wajar, jika orangtua menginginkan yang terbaik bagi anaknya. Selain poin diatas, juga berharap kesuksesan masa depan anaknya. Aih, semua orangtua ingin begitu, tah? Menurut kiramologiku , yang pertamakali harus dilakukan adalah “menyiapkan mental sebagai orangtua”. Halah, teori apaan? No, aku gak berteori. Sependek pengalaman juga diskusi dengan beberapa te

UN Dihapus, Bahagia atau Kecewa?

Gambar
Sukar untuk memilih sikap, tah? Jika keputusan itu dilakukan dalam situasi normal, dalam hal ini tanpa situasi darurat coronavirus . Bisa saja bahagia adalah pilihan yang pertama! Namun, saat keputusan itu diambil pada kondisi ini. Maka maknanya kebijakan tersebut karena "dipaksa" keadaan. Bukan bersebab telah ada disain rencana penggantinya. Ketika kalimat, "UN bukan dihapus tapi diganti!". Akan ada deretan pertanyaan hadir di ruang publik. Dengan apa? Pola dan standarnya bagaimana? Akankah hal itu, kemudian layak dijadikan bukti Hasil Belajar Anak Didik sekian tahun? Benarkah parameter itu mampu menjadi patokan untuk masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi? Akan banyak pertanyaan-pertanyaan teknis lainnya. Dan, tak akan selesai dengan kalimat, "nanti dibuat surat edarannya!" Kukira, ancar-ancar kesepakatan itu tak seperti ucapkan salam dan langsung masuk, kan? Akan keliru, jika keputusan itu diambil dengan serta merta dan keterges

Merasa Bosan "Liburan"? Hayuk Buat Tim Keluarga!

Gambar
Satu pekan kebijakan “Belajar di Rumah” dan “Bekerja di Rumah” telah dijalankan. Sebagai orang awam, tak ada yang bisa dilakukan terhadap pandemic coronavirus, kan? Kecuali berusaha mematuhi himbauan tersebut. Kenapa patuh? Setidaknya tidak menambah beban bagi keluarga terdekat, orang-orang   di sekitar lingkungan, tenaga kesehatan atau orang-orang yang berjuang agar ketidakpastian ini, kembali seperti semula, tah? Situasi yang tidak biasa ini, juga melahirkan berbagai sikap perilaku yang tak biasa juga. Malah ada yang gagap dan merasa tak tahu apa yang harus dilakukan, ketika musti liburan namun tak bisa dinikmati sebagai liburan. Sejak pagi, anak-anak masih bertarung dengan berbagai buku pelajaran, ketika biasanya hal itu   dilakukan saat berseragam sekolah. bingung untuk menikmati rasa lelah usai mengerjakan tugas-tugas dari guru, namun tak bisa bebas keluar rumah. Libur, Namun Tak Merasakan "Liburan" Begitu juga dengan orangtua. Tak hanya sibuk

Belajar di Rumah? Kenapa Tidak?

Gambar
Salam! Ini adalah postingan pertama. Sebagai ruang untuk berbagi kisah seputar Edukasi dan Parenting. Nah, kali ini kubahas tentang menyigi ulang makna belajar. Boleh, ya? Makna belajar, jika di sekolah adalah menambah pengetahuan dengan cara membaca, menulis atau berhitung dengan bantuan dan bimbingan guru, serta didukung oleh berbagai sarana dan prasarana yang ada di sekolah. Jika bicara tentang hak dan kewajiban dalam proses belajar. berdasarkan beragam aturan, tata terib serta kebijakan yang dibuat oleh pihak sekolah. Orangtua dan siswa musti patuh mengikuti berbagai rambu-rambu yang telah ditetapkan tersebut. Berbeda dengan di rumah. Banyak orang terdekat, beragam media serta bermacam sarana yang bisa digunakan untuk belajar di rumah. Orang-orang terdekat, adalah anggota keluarga semisal ayah, ibu atau saudara, atau teman bermain dan tetangga. Media yang digunakan pun tak musti buku pelajaran. bisa televisi, aneka gawai, bahkan bahan bacaan yang tersedia di r